Penelitian ini bertujuan mengkaji Peran Responsif Mahkamah Konsitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XVII/2019 dalam uji materi ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan konstitusionalitas jabatan Wakil Menteri sebagaimana dimaksud dalam putusan-putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya. Penelitian menggunakan jenis penelitian hukum normatif (doktriner) dan menggunakan Pendekatan Perundang-Undangan (Statue Approach) dan Pendekatan Kasus (Case Approach). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Mahkamah telah berperan secara responsif dalam melakukan larangan rangkap jabatan Wakil Menteri pada jabatan di Badan Usaha Milik Negara. Peran responsif Mahkamah ditunjukkan dengan menggunakan model penafsiran hukum responsif terhadap ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat pada saat ini. Dalam pertimbangan hukumnya Mahkamah telah merespon fakta sosial apabila tidak ada larangan rangkap jabatan bagi Wakil Menteri sebagaimana Menteri akan berakibat menimbulkan dampak yang massif pada perubahan dimensi budaya kerja dalam sistem birokrasi. Rangkap jabatan dapat menyebabkan timbulnya conflict of interest yang tanpa sadar memberi ruang terjadinya tindak Kolusi, Korupsi dan Nepotisme.
CITATION STYLE
Wirakusuma, M. A., & Husodo, J. A. (2023). PERAN RESPONSIF MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PELARANGAN RANGKAP JABATAN WAKIL MENTERI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 80/PUU-XVII/2019). Res Publica: Jurnal Hukum Kebijakan Publik, 7(2), 198. https://doi.org/10.20961/respublica.v7i2.51982
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.