Abstrak Hingga saat ini, gagasan untuk menciptakan kesetaraan gender masih menjadi perdebatan. Diantaranya termasuk posisi kepemimpinan wanita yang dianggap tidak pantas. Secara fisik dan kejiwaan, pria dan wanita berbeda. Perbedaan tersebut menjadikan laki-laki sebagai tokoh utama dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga dianggap lebih berpotensial menjalankan tugas-tugas kemasyarakatan. Berbeda dengan biologis perempuan yang justru dianggap sebagai kelemahan, yang membatasi ruang geraknya, sehingga dianggap tak mampu mengemban tugas-tugas kemasyarakatan. Tujuan penelitian ini ialah untuk memahami tentang kepemimpinan wanita dalam hukum Islam berdasarkan hadis tentang kepemimpinan wanita yang di bawakan oleh Abū Bakrah. Dari konteks ini muncul dua pandangan, yakni memperbolehkan dan menolak. Kelompok yang memperbolehkan kepemimpinan wanita berpandangan bahwa hadis tersebut bersifat kontekstual dan berlaku pada waktu tertentu. Sedangkan kelompok yang menolak, berpandangan bahwa hadis tersebut berlaku tidak hanya pada konteks masa lalu, tetapi untuk segala zaman. Untuk mengidentifikasi permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan teknik content analysis (kajian isi) yang bersifat deskriptif, menelaah dan mengkaji isi hadis tentang kepemimpinan wanita yang dibawakan oleh Abū Bakrah. Adapun teknik pengumpulan data menggunakan studi literasi (library research). Abstract To this day, the idea of gender equality remains debated. Some include women's leadership positions that are deemed inappropriate. Physically and psychologically, men and women are different. Such differences make men the main character in social life, thus becoming more likely to perform civic duties. In contrast with female biology, which is considered a weakness, which limits her mobility, and which makes her incapable of caring for civic duties. The purpose of this study is to understand the leadership of women in islamic law based on the hadith of the leadership of women brought to Abū Bakrah. From this context the two views of condoning and refusing are consensual. The group that allows female leadership to view the hadith as contextual and valid at any given time. Whereas those who refuse, the view that the hadith applies not only to the context of the past, but to all time. To identify the issue, the study used a descriptive analysis of content analysis, studying and reviewing the contents of the hadiths on the leadership of women brought by Abū Bakrah. As for data collection techniques using library research studies.
CITATION STYLE
Kurniawati, N. R. (2022). KONTROVERSI PERAN AKTIF WANITA DALAM URUSAN UMUM (Studi Hadis Kepemimpinan Wanita). As-Syifa: Journal of Islamic Studies and History, 2(1), 29–46. https://doi.org/10.35132/assyifa.v2i1.280
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.