Penelitian ini membahas tentang aturan poligami menurut hukum Islam dan hukum positif. Bagaimana dan kapan Pengadilan Agama harus memberikan izin untuk melakukan poligami. Dengan menggunakan penelitian kepustakaan dan pendekatan yuridis normatif, jenis penelitian ini adalah kualitatif. Informasi eksplorasi diperoleh dari informasi opsional dan informasi perpustakaan dan laporan otoritatif, sebagai bahan yang sah. Padahal pendekatan penelitian ini termasuk ke dalam analisis deskriptif, yang dilanjutkan dengan pemaparan deskriptif tentang permasalahan yang muncul saat melakukan penelitian kepustakaan. Penjelasan yang terdapat dalam UU perkawinan mengenai suami yang melakukan poligami harus mengajukan permohonan ke pengadilan. Dikelola dalam pasal lain berkenaan dengan siklus akomodasi harus memenuhi keadaan yang ditentukan oleh Peraturan Perkawinan. Poligami dengan hukum positif versi Islam berbeda kebolehannya. Namun dalam hukum positif, terdapat ketentuan-ketentuan jika suami ingin berpoligami, sedangkan hukum Islam, tampaknya tidak mempersulit mereka yang akan melakukan poligami. Maka untuk mencegah komplikasi dalam perkawinan poligami, kedua bentuk hukum ini harus hidup berdampingan. This study discusses the rules of polygamy according to Islamic law and positive law. How and when should the Religious Courts grant permission to practice polygamy. By using library research and normative juridical approach, this type of research is qualitative. Exploratory information obtained from optional information and library information and authoritative reports, as legal material. Even though this research approach is included in descriptive analysis, which is followed by a descriptive presentation of the problems that arise when conducting library research. The explanation contained in the Marriage Law regarding husbands who practice polygamy must submit an application to the court. Managed in another article regarding the accommodation cycle must meet the conditions determined by the Marriage Regulations. The permissibility of polygamy with the Islamic version of positive law is different. However, in positive law, there are provisions if the husband wants to do polygamy, while Islamic law does not seem to make it difficult for those who are going to do polygamy. So to prevent complications in polygamous marriages, these two legal forms must coexist.
CITATION STYLE
Sativa, A., & Tanjung, D. (2023). Peranan Hukum Islam di Indonesia Dalam Menyikapi Pernikahan Poligami. Rayah Al-Islam, 7(1), 216–230. https://doi.org/10.37274/rais.v7i1.655
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.