Hadits Nabi, yang menetapkan sumber hukum yang kedua seteh alQur'an ternyata di dalamnya terdapat kontradiksi, baik dari segi periwayatannya, sanadnya maupun dalam kualitasnya. Dari segi sanadnya terdapat perdebatan tentang adanya perawi dusta yang berakibat kepada adanya penolakan terhadap eksistensi hadits yang diriwayatkan. Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi ditinjau dari segi kualitasnya bisa dijadikan dasar hukum, karena hadits tersebut tergolong mutawattir. Demikian juga terhadap hadits yang berkualitas Shahih dan Hasan nampaknya dapat diterima (maqbul) atau ma'muulun bih (bisa diamalkan). Di samping itu ada juga hadits maqbul yang tidak bisa diamalkan (maqbul ghairu ma'muulin bih).Adapun hadits maqbul yang ma'mulun bih (yang dapat diamalkan) ialah hadits muhkam, hadits mukhtalif, hadits rajih dan hadits nasikh. Dalam pembahasan ini penulis hanya akan menyoroti hadits mukhtalif, yaitu hadits maqbul yang saling berlawanan atau bertentangan maksudnya secara lahir. Dalam menyikapi, masalah hadits mukhtalif para ulama berbeda pendapat, antara lain ada yang membolehkan untuk mengamalkan salah satu dari kedua hadits mukhtalif, dan ada pula yang membolehkan untuk mengamalkan kedua hadits yang berlawanan. Salah satu contoh hadits mukhtalif adalah: Bahwa dalam masalah penyakit Nabi. mengungkapkan dua hadits (berlawanan) di satu sisi beliau mengungkapkan bahwa ''Penyakit itu tidak ada yang menular': namun di sisi lain beliau juga mengungkapkan bahwa kita harus menyingkir (menjauh) dari orang yang kena penyakit kusta.
CITATION STYLE
Sohari, S. (2006). HADITS MUKHTALIF DAN SOLUSI APLIKASINYA. ALQALAM, 23(1), 100. https://doi.org/10.32678/alqalam.v23i1.1452
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.