KEBIJAKAN PENANGGULANGAN CYBER CRIME DAN CYBER SEX

  • Nawawi Arief B
N/ACitations
Citations of this article
37Readers
Mendeley users who have this article in their library.

Abstract

Cyber crime di bidang kesusilaan, yang berupa cyber pornography dan cyber sex dapat menjadi masalah yang serius apabila tidak diantisipasi melalui kebijakan hukum pidana. Kebijakan umum yang perlu diterapkan adalah dengan pendekatan integral/sistemik yang memadukan pendekatan teknologi, pendekatan budaya/kultural, pendekatan moral/edukatif, dan pendekatan global. Kebijakan penanggulangan cyber pornography dapat ditemukan dalam KUHP dan juga dalam UU No.32/2002 tentang Penyiaran, meskipun terdapat kelemahan dalam asas teritorial. Untuk mengantisipasi hal tersebut dalam Konsep RUU KUHP 2004/2005, dirumuskan perluasan asas teritorial dan perumusan delik Pornografi Anak melalui Komputer. Sedangkan cyber sex sulit dijangkau oleh hukum pidana positif saat ini, karena perbuatannya bersifat maya/abstrak/non-fisik dan sangat individual serta selalu bertolak dari paradigma perbuatan dalam arti fisik/materiel. Oleh karena itu dalam praktek peradilan, hakim dapat melakukan konstruksi hukum dengan menyatakan bahwa cyber sex atau "hubungan seksual non-fisik (maya)" ini merupakan bentuk zina dalam pengertian Pasal 284 KUHP. Hal itu didasarkan pada alasan juridis normatif, juridis konseptual/teoritik/keilmuan, jurisprudensi, pandangan pakar, agama, dan dari sudut akibat sosial (dampak negatifnya)Kata Kunci : Kebijakan Hukum Pidana, Cyber Crime, Cyber Pornography, Cyber Sex

Cite

CITATION STYLE

APA

Nawawi Arief, B. (2006). KEBIJAKAN PENANGGULANGAN CYBER CRIME DAN CYBER SEX. LAW REFORM, 1(1), 11. https://doi.org/10.14710/lr.v1i1.12177

Register to see more suggestions

Mendeley helps you to discover research relevant for your work.

Already have an account?

Save time finding and organizing research with Mendeley

Sign up for free