Propinsi Sulawesi Selatan didiami empat suku yang merupakan penduduk asli, masing-masing memiliki bahasa tersendiri sebagai bahasa induk, yaitu suku Bugis, Makassar, Mandar dan Suku Toraja. Bahasa Bugis tersebar luas, bukan hanya di Sulawesi Selatan, tetapi menyebat sampai ke seluruh pelosok tanah air. Suku Bugis yang suka merantau sampai keluar negeri dengan menggunakan perahu khas yang disebut "pinisi", banyak yang mendiami negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Brunei, Saudi Arabia dan negara lainnya. Walaupun mereka telah menjadi warganegara pada negara atau propinsi lain yang didiaminya, mereka masih ketat menggunakan bahasa Bugis sebagai bahasa komunikasi antarmereka seharihari. Disamping bahasa, orang Bugis memiliki juga tulisan khusus yang dikenal dengan tulisan lontara, masih tetap digunakan, baik dalam surat-menyurat, maupun dalam menyusun buku-buku termasuk lektur agama (Islam). Penyebaran dan perkembangan Agama Islam di Sulawesi Selatan, sejak awal menggunakan bahasa Bugis dan aksara Lontara, didukung dengan kenyataan bahwa orang-orang Bugis, yang umumnya beragama Islam, lebih suka menggunakan dan mempertahankan pemakaian Bahasa Bugis sebagai sarana komunikasi intern, disamping masih banyak orang Bugis yang masih sulit berkomunikasi dengan memakai bahasa nasional, terutama mereka yang berdomisili di pedesaan. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, pasal 36 menyebutkan :"Di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri, yang diperlihara oleh rakyatnya dengan baik dan bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara oleh nagara. Bahasa- bahasa itupun merupakan sebahagian kebudayaan Indonesia yang hidup". Dengan demikian, Bahasa daerah Bugis dengan aksara Lontarak yang dimilikinya sampai sekarang masih banyak beredar dan dimiliki masyarakat serta dibaca oleh penduduk yang menggunakan bahasa Bugis, bahkan masih ada yanga digunakan sebagai buku-buku rujukan di Pesantren, Madrasah Diniyah dan Majelis Taklim. Untuk mengetahui lebih dalam, perkembangan Lektur Agama tersebut, penelitian dilakukan di Kotamadya Parepare, Kota Sengkang, Watansoppeng dan Kota Watampone, sebagai sampel yang dianggap tersedia sumber data dan tempat tinggal Ulama, pengarang Lektur Agama berbahasa Bugis dapat ditemukan. No. 12 Th. VII Juli/Desember 1995 LEKTUR AGAMA DALAM AKSARA LONTARA BERBAHASA BUGIS 25 Pengumpulan data dilakukan melalui wawan-cara dengan Ulama pengarang, tokoh masyarakat, guru-gufu Madrasah dan penerbit. Disamping itu, peneliti melakukan juga pengamatan langsung ke Pesantren dan Madrasah Diniyah. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan analisis kuantitatif dan analisis kualitatif.
CITATION STYLE
Surur, A. (2018). LEKTUR AGAMA DALAM AKSARA LONTARA BERBAHASA BUGIS. Al-Qalam, 7(2), 24. https://doi.org/10.31969/alq.v7i2.609
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.