ABSTRAK Majelis hakim dalam Putusan Nomor 62/Pid.Sus/Tipikor/2013/PN.PBR telah menjatuhkan pidana penjara dan denda bagi terpidana korupsi. Putusan ini dilihat dari sisi kerugian ekonomi menyisakan problem tersendiri karena tidak memulihkan kerugian materiil yang dialami Kabupaten Indragiri Hulu dan berdampak pada keterlambatan pelayanan bagi masyarakat. Realitas ini tidak sejalan dengan teori pengembalian aset (asset recovery) yang setia pada prinsip "berikan kepada negara apa yang menjadi haknya." Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah Putusan Nomor 62/Pid.Sus/Tipikor/2013/PN.PBR sudah mampu mengembalikan kerugian keuangan negara dan bagaimana problematika asset recovery akibat tindak pidana korupsi. Metode penelitian menggunakan penelitian hukum normatif (yuridis normatif). Hasil penelitian menunjukkan Putusan Nomor 62/Pid.Sus/Tipikor/2013/PN.PBR belum mengembalikan kerugian negara karena tidak memberikan pemulihan (restorasi) terhadap kerugian materiil yang diderita Kabupaten Indragiri Hulu yang ditimbulkan akibat pertentangan antara pertimbangan hukum dengan putusan akhirnya. Problematika pemulihan aset (asset recovery) dihadapkan pada realitas ketidakmampuan terpidana korupsi untuk membayar pidana uang pengganti karena secara normatif dimungkinkan dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Padahal kenyataaannya masih ada aset tersembunyi milik terpidana yang belum dilakukan penyitaan oleh penegak hukum. Akibatnya asset recovery tidak bisa dicapai karena terpidana memilih menjalani pidana subsider dan negara tetap merugi.Kata kunci: korupsi, pemulihan aset, kerugian negara. ABSTRACTIn Court Decision Number 62/Pid.Sus/Tipikor/2013/PN.PBR, the panel of judges had dropped imprisonment and fines for the offenders in cases of corruption. In terms of economic losses, this decision leaves its own problem because it does not recover material losses suffered by Indragiri Hulu Regency and the impact on service delay for the community. This reality is not in line with the theory of asset recovery adhering to the principle of "give to state what she deserves." The formulation of the problem in this study is whether the Court Decision Number 62/Pid.Sus/Tipikor/2013/PN.PBR has been able to restore state financial loss, and how the problem of asset recovery is caused by criminal acts of corruption. The research method used is a normative legal research. The results of the study show that Court Decision Number 62/Pid.Sus/Tipikor/2013/PN.PBR has not yet restored the state loss as for not providing recovery of assets losses suffered by Indragiri Hulu Regency due to conflicts between legal considerations and the final decision. The fact is there are still hidden assets belonging to the convict, that have not been confiscated by law enforcement. As a result, asset recovery cannot be achieved because the convicts choose to undergo subsidies, and the state still loses.Keywords: corruption, assets recovery, state loss.
CITATION STYLE
Mahmud, A. (2018). PROBLEMATIKA ASSET RECOVERY DALAM PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA AKIBAT TINDAK PIDANA KORUPSI. Jurnal Yudisial, 11(3), 347. https://doi.org/10.29123/jy.v11i3.262
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.