Penyimpangan distribusi obat keras pada sarana tidak memiliki keahlian dan kewenangan melakukan praktik kefarmasian mendominasi jenis pelanggaran lainnya, yakni Obat Tanpa Izin Edar (TIE) dan Obat Tidak Memenuhi Syarat (TMS). Fenomena ini juga tidak lepas dari keterlibatan masyarakat, kecenderungan masyarakat yang ingin melakukan pengobatan mandiri, kemudahan transaksi, efisiensi waktu dan tenaga serta perubahan gaya hidup merupakan faktor pendukung pesatnya transaksi perdagangan baik melalui media luring maupun daring. Tren ini tentunya akan memberikan dampak yang besar terhadap rantai pasok utamanya pada jalur distribusi obat di Indonesia. Penyusunan penelitian dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif dengan tujuan untuk memperoleh gambaran distribusi obat yang dapat mendeskripsikan situasi peredaran, potensi, dan celah yang dapat dimanfaatkan sebagai penyimpangan/ diversi peredaran Obat Keras pada sarana tidak memiliki keahlian dan kewenangan melakukan praktik kefarmasian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 90,3% toko obat menjual obat keras tanpa resep dokter dengan modus operandi pemasukan obat keras didominasi melalui salesman sebesar 88,4%. Modus operandi toko obat dalam menjual obat keras umumnya tidak memasang plang nama toko (28,93%). Sistem perdagangan obat keras pada sarana tanpa keahlian dan kewenangan dilakukan secara luring dan daring yang mengakibatkan jangkauan pemasaran obat semakin luas. Potensi diversi peredaran obat keras pada sarana tanpa keahlian dan kewenangan teridentifikasi dapat terjadi pada proses importasi bahan obat, industri farmasi, dan sarana retail.
CITATION STYLE
Yovia, R. A., Elfarabi, F., Handayani, F., Santoso, A. A., & Putra, S. D. (2022). Penyimpangan Distribusi Obat Keras pada Sarana Tidak Memiliki Keahlian dan Kewenangan Melakukan Praktik Kefarmasian. Eruditio : Indonesia Journal of Food and Drug Safety, 2(1), 1–13. https://doi.org/10.54384/eruditio.v2i1.74
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.