Fenomena pasangan calon tunggal dalam pilkada serentak tahun 2018 kembali hadir, akan tetapi hadirnya fenomena tersebut di satu sisi memberikan dinamika politik yang berbeda di Indonesia namun di sisi lain disinyalir menempatkan pilkada sebagai proses pemilihan yang tidak memerlukan pilihan sehingga dapat mendegradasi unsur partisipasi masyarakat dalam demokrasi. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak yang diikuti oleh calon tunggal di Provinsi Banten apakah sudah sesuai dengan perspektif hak memilih dan dipilih serta bagaimana mekanisme untuk mencegah terjadinya calon tunggal dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak khususnya di Provinsi Banten. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mengungkap fakta dan menyuguhkan apa adanya keadaan, fenomena, serta keadaan yang terjadi saat penelitian berjalan. Dalam penulisan ini menemukan fakta bahwa dalam tatanan implementasi belum terlihat adanya jaminan atau pemenuhan hak secara utuh bahwa Pemilihan Kepala Daerah yang diikuti calon tunggal sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat sesuai dengan perspektif HAM. Dalam konteks Pemilihan Kepala Daerah, salah satu ukuran kontestasi yang berpersektif HAM adalah penyelenggaraannya harus menjamin tersedianya ruang atau peluang bagi peserta dalam hal ini pasangan calon dan masyarakat untuk memanifestasikan kedaulatannya dalam melaksanakan haknya, dalam baik hak untuk memilih maupun hak untuk dipilih.
CITATION STYLE
Rahmanto, T. Y. (2018). Calon Tunggal dalam Perspektif Hak Memilih dan Dipilih di Provinsi Banten. Jurnal HAM, 9(2), 103. https://doi.org/10.30641/ham.2018.9.103-120
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.