Dalam sebagian masyarakat, isteri begitu patuh kepada suami bahkan ada yang berkonsultasi kepada penulis bahwa dia tidak berani menolak ajakan suami walaupun kondisinya sendiri kurang fit, belum suci dari menstruasi, atau harus menyiapkan makanan dan pakaian walaupun dia sendiri kurang sehat karena takut masuk dalam keriteria nusyuz sehingga surga menjadi haram baginya. Begitu juga dengan suami sering bersikap semena-mena terhadap isteri dan merasa wewenang yang dimilikinya bersifat absolut sehingga ia dapat menggunakan kapan saja tanpa mempertimbangkan kondisi apapun, jika isteri enggan mematuhinya maka sering disebut sebagai isteri “nusyuz” ataupun “durhaka”. Tulisan ini memaparkan tentang “Persepsi Masyarakat Terhadap Nusyuz (Studi Kasus di Aceh Tenggara)” yang memiliki adat istiadat yang unik dan berbeda dari daerah lain di Aceh, yang begitu menikah maka seorang isteri harus rela diboyong dan tinggal di rumah suami (mertua isteri) sehingga sebagian isteri merasa harus patuh kepada suaminya secara mutlak. Hampir semua responden tidak tahu dan tidak familiar dengan istilah “nusyuz” sebagaimana istilah yang digunakan oleh Alquran. Istilah yang familiar di kalangan mereka adalah “durhaka”, namun secara umum mereka labelkan hanya kepada isteri sekiranya tidak patuh dan taat kepada suami. Kemudian secara umum, responden menganggap bahwa masalah nafkah sepenuhnya tanggung jawab suami, sedangkan terkait urusan domestik seperti mencuci, mengurus rumah dan anak mutlak dibebankan kepada isteri, dan isteri harus memberikan pelayanan sepenuhnya terhadap suami.
CITATION STYLE
Hanapi, A., & Wahyuni, Y. S. (2021). PERSEPSI MASYARAKAT ACEH TERHADAP NUSYUZ. Gender Equality: International Journal of Child and Gender Studies, 7(1), 125. https://doi.org/10.22373/equality.v7i1.8692
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.