Muhammad Hasybi adalah seorang otodidak, ia menempu pendidikan hanya birkisar satu tahun lebih di bangku sekolah Al-Irsyad (1926). Namu, melalui pendidikan formal yang singkat tersebut ia mampu menojolkan dirinya menjadi seorang pemikir. Keahlian Hasybi dalam ijtihad ia mampu memperkenalkan diri sebagai intelektul yang tekenal di dunia internasional. Terkait dengan hasil ijtihad Hasybi mennggambarkan keadaan fiqh ke-Indonesiaan dapat dilihat pada ijtihad Hasbi tentang zakat dengan mengacu pada pandangan Abu Hanifah yang berbeda dengan pendapat jumhur ulama – Hasybi bependapat bahwa mesin-mesin produksi di pabrik besar wajib di zakati. Pandangan ini cukup relevan dengan konteks pembangun negara yang membutuhkan banyak modal. Pendapat Hasybi mengenai zakat diserahkan kepada pemerintah untuk mengelolanya. Sebab, bagi Hasybi zakat tersebut sepaket dengan pengebangan untuk kemakmuran masyarakat, baik non muslim maupun muslim. Oleh karena itu, pungutan zakat seharusnya juga tidak hanya ditujukan kepada kaum muslimin, akan tetapi juga kepada kaum nonmuslim. Kemudian, prinsip zakat, yaitu diambil pada jenis harta yang berkembang, harta yang sudah cukup nishabnya, dan zakat harta.
CITATION STYLE
Herman, Abdul Halim Talli, & Kurniati. (2022). Pemikiran Hasbi Ash-Shiddiqy Tentang Fiqh Zakat Di Indonesia. Asy-Syari’ah : Jurnal Hukum Islam, 8(1), 72–87. https://doi.org/10.55210/assyariah.v8i1.639
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.