Penemuan Hukum Oleh Hakim Perspektif Maqashid Syariah

  • Hidayatulah R
N/ACitations
Citations of this article
105Readers
Mendeley users who have this article in their library.

Abstract

Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menentukan bahwa: “Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. Dari pasal tersebut, dapat dipahami bahwa hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman, wajib menerima, memeriksa, dan mengadili suatu perkara hingga selanjutnya memberikan putusan. sehingga dengan demikian, wajib hukumnya bagi hakim untuk menemukan hukumnya dalam suatu perkara walaupun dalam hal ini ketentuan hukumnya tidak jelas, kurang jelas, bahkan tidak ada. Metode penemuan hukum dalam Islam dikenal dengan istilah ijtihad, ijtihad dilakukan oleh para mujtahid. Maqâshid syarî’ah dijadikan salah satu metode dalam penemuan hukum agar putusan yang dibuat oleh hakim dapat memenuhi unsur manfaat dalam putusan. Maqâshid syarî’ah adalah sesuatu yang sangat penting yang harus dipahami oleh setiap hakim. Hakim pada zaman sekarang adalah sebagai wakil Tuhan dalam menerapkan hukum-hukum-Nya, penemuan hukum yang dilakukan oleh para hakim adalah ijtihad yang dilakukan oleh para mujtahid. Hakim adalah mujtahid pada zaman sekarang yang tugasnya menggali hukum dari sumber-sumber yang ada untuk diterapkan dalam kehidupan manusia.

Cite

CITATION STYLE

APA

Hidayatulah, R. P. (2020). Penemuan Hukum Oleh Hakim Perspektif Maqashid Syariah. TERAJU, 2(01), 83–97. https://doi.org/10.35961/teraju.v2i01.94

Register to see more suggestions

Mendeley helps you to discover research relevant for your work.

Already have an account?

Save time finding and organizing research with Mendeley

Sign up for free