Berkembangnya pendidikan di Kota Makasar pada tahun 1960 mampu merubah budaya adat pernikahan Suku Bugis yang sangat mahal dan tatacara yang rumit menjadi lebih sederhana. Tata cara pernikahan yang rumit dan mahal tersebut dipengaruhi oleh ideologi adat pernikahan yang sangat memperhatikan “Siri” yang berarti harga diri dan “Messe” yang berarti peduli pada orang lain. Pernikahan Adat Bugis harus melalui berbagai tahapan yaitu Mammanu ‘manu’ yaitu mencarikan jodoh untuk anak laki-laki, Mappese ‘pese’ yaitu menyelidiki calon pengantin perempuan, Massaro yaitu meminang, Mappetu Ada yaitu menentukan hari pernikahan, uang belanja serta mahar, Mappare Boting yaitu mengantarkan pengantin laki-laki ke pengantin perempuan dan Mapparola yaitu mengantarkan pengantin perempuan ke keluarga pengantin laki-laki. Proses ini dilakukan dalam jangka waktu yang lama dan membutuhkan biaya besar. Di samping biaya tersebut pengantin laki-laki juga dibebani uang ‘Panai’ (mahar) yang sangat mahal tergantung kondisi sosial ekonomi pengantin perempuan. Studi Pustaka yang dilakukan menunjukkan majunya pendidikan di Kota Makasar yang ditandai dengan berdirinya Universitas Negeri Makasar (UNHAS) pada tahun 1956 dan Universitas Negeri Makasar (UNM) pada tahun 1961 berdampak pada majunya pendidikan masyarakat setempat dan mampu merubah pola pikir masyarakat tentang adat pernikahan. Perubahan yang terjadi adalah penyederhanaan tatacara pernikahan dan penentuan uang panai yang semakin murah.
CITATION STYLE
R., A. F. U. I. (2020). Transisi Sosial Budaya Adat Pernikahan Suku Bugis Di Makassar 1960. Jurnal Wanita Dan Keluarga, 1(1), 21–27. https://doi.org/10.22146/jwk.767
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.