Perkara kepailitan umumnya terjadi pada perusahaan, namun dapat terjadi juga pada individu. Kepailitan terhadap individu bergantung pada kedudukannya dalam perusahaan, untuk perusahaan bukan berbadan hukum, Debitur pailit bertanggung jawab sampai harta pribadi terlebih jika ia terikat dalam perkawinan, maka keberadaan harta bersamanya akan diperhitungkan dalam boedel pailit. Artikel ini menggunakan metode yuridis normatif serta pendekatan undang-undang. Permasalahan utama terdapat ambiguitas peristilahan harta bersama dan keselarasan antar pasal dalam UU Kepailitan dan PKPU. Frasa ‘persatuan harta’ dalam UU Kepailitan dan PKPU dapat menimbulkan multitafsir sebab KUH Perdata memaknai persatuan harta yaitu meleburnya seluruh harta suami/istri sehingga terjadinya pailit pada salah satu pihak, mempailitkan pula pasangannya dan seluruh harta masuk dalam boedel pailit. Sedangkan UU Perkawinan menegaskan harta bawaan tetap di bawah penguasaan masing-masing atau tidak masuk dalam boedel pailit. Selain itu, terdapat kontradiksi di beberapa pasal yang dapat merugikan pihak tertentu yang berkepentingan sehingga asas keadilan tidak terpenuhi. Maka, perlu penegasan ketentuan yang dijadikan acuan dalam UU Kepailitan dan PKPU.
CITATION STYLE
Dwiyanti, A., & Adlina, S. (2023). Ambiguitas Pengaturan Harta Bersama dalam Dimensi Kepailitan Ditinjau Berdasarkan Asas Keadilan. Padjadjaran Law Review, 11(1), 81–91. https://doi.org/10.56895/plr.v11i1.1268
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.