Preanger Stelsel: Kisah Tentang Bisnis Kopi Belanda di Tanah Cirebon-Priangan

  • Syatori S
N/ACitations
Citations of this article
48Readers
Mendeley users who have this article in their library.

Abstract

Tulisan ini memberikan gambaran tentang sejarah kebijakan VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) yang disebut dengan Preanger Stelsel. Kebijakan ini mulai digulirkan oleh VOC pada tahun 1707 di wilayah Cirebon-Priangan. Kebijakan yang kerap disebut juga dengan sistem tanam paksa kopi ini diterapkan oleh VOC sebagai penanda semakin kokohnya dominasi ekonomi VOC atas Kesultanan Cirebon yang jalannya telah dimulai sejak tahun 1681. Dalam menjalankan kebijakannya, sebagai dasar operasionalnya, VOC menjalankan suatu sistem ekonomi yang sudah diterapkannya yang disebut sebagai Verplichte Leverantien, yakni penyerahan wajib atas dasar harga yang menguntungkan kompeni. Selain itu, VOC sebagai penguasa politik yang membawahi bupati-bupati takluk, tidak berbeda dengan raja, merasa berhak untuk memungut sebagian hasil bumi dan tenaga kerja dari rakyat taklukannya sebagai jatah persembahan berkala. Persembahan wajib yang bersifat pungutan berkala tahunan ini disebut Contingenten. Berbeda dengan Verplichte Leverantien, dalam Contingenten ini terdapat adanya unsur hak kedaulatan yang mendasarinya. Walaupun sesungguhnya sangat berlainan sifat dan dasar hukumnya antara Verplichte Leverantien (yang lebih bersifat hukum perdata) dan Contingenten (yang bersifat hukum publik), namun dalam pelaksanaannya antara kedua penyerahan wajib itu sulit untuk dibedakan, karena Verplichte Leverantien ada kalanya dijalankan tanpa adanya pembayaran, sedang Contingenten bisa saja terjadi dengan disertai imbalan sebagai ongkos pengumpulan atau upah pungut. Melalui kebijakan tanam paksa kopi ini, VOC memperoleh keuntungan yang luar biasa dari kawasan Cirebon-Priangan sampai pada akhir abad ke-18. Di bawah pengaruh sistem itu, penduduk menjadi terputus kebebasannya dalam mencari sumber kehidupannya. VOC sebagai penguasa mengambil hak kepemilikan tanah dan mengklaim hak atasnya, dengan menuntut tenaga petani melalui para Bupati sebagai perantara. Namun demikian, para petani tidak tinggal diam menghadapi kebijakan ini. Dengan caranya mereka melakukan pembangkangan. Diantaranya mereka menolak untuk menyetorkan hasil panen atau hanya sebagiannya saja yang menjadi kewajiban mereka. Mereka lakukan dengan membuang hasil panen itu atau menguburnya untuk menjaga agar jangan sampai dibawa ke gudang. Mereka menghindari kewajiban mereka. Ada pula yang menyerahkan kepada tengkulak yang memberi harga lebih tinggi dibanding VOC.

Cite

CITATION STYLE

APA

Syatori, S. (2020). Preanger Stelsel: Kisah Tentang Bisnis Kopi Belanda di Tanah Cirebon-Priangan. Jurnal Tamaddun : Jurnal Sejarah Dan Kebudayaan Islam, 8(2). https://doi.org/10.24235/tamaddun.v8i2.7292

Register to see more suggestions

Mendeley helps you to discover research relevant for your work.

Already have an account?

Save time finding and organizing research with Mendeley

Sign up for free