Artikel ini menganalisis hukum terkait penggunaan norma kesusilaan yang terkandung di dalam Pasal 10 UU Pornografi telah menjadikan Indonesia berpotensi menghadapi krisis kriminalisasi yang berlebihan (overkriminalisasi) dan ketidakadilan gender terhadap perempuan dalam cara tata berpakaiannya di muka umum. Kedudukan hak perempuan dalam kebebasan mengekspresikan cara berpakaiannya dikemukakan dalam DUHAM, CEDAW, UUD 1945, dan UU HAM. Tujuan artikel ini adalah untuk menyalurkan argumen penulis terkait overkriminalisasi dan ketidakadilan terhadap tata berpakaian perempuan di muka umum. Metode penelitian ini adalah yuridis-normatif (legal research) menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual dengan mengumpulkan data secara kualitatif berupa sumber data sekunder sebagai jenis sumber data, seperti peraturan perundang-undangan yang berlaku, literatur, dokumen-dokumen, serta referensi-referensi yang relevan dengan penelitian ini, selanjutnya metode analisis data ini ialah deskriptif kualitatif. Temuan membuktikan bahwa penggunaan norma kesusilaan yang dituangkan dalam Pasal 10 UU Pornografi telah berpotensi menimbulkan adanya pengawasan dan intervensi kehidupan privat perempuan yakni dalam cara berpakaiannya di muka umum dan berhubungan dengan kedudukan hak asasinya sebagai perempuan. Jika hukum pidana negara terlalu jauh memasuki ruang privasi wanita, dikhawatirkan justru akan melebihi batasan yang patut dari asas dan fungsi utamanya sebagai alat senjata terakhir dalam pelaksanaan penegakan hukum (ultimum remedium).
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.
CITATION STYLE
Bernadika, S. R., & Kavita, M. (2021). Overkriminalisasi dan Ketidakadilan Gender: Norma Kesusilaan Sebagai Dasar Pembatasan Kebebasan Berpakaian Perempuan di Muka Umum. Binamulia Hukum, 10(2), 133–149. https://doi.org/10.37893/jbh.v10i2.560