Minoritas Versus Minoritas: Masalah Minoritas Dalam Perspektif HAM

  • Nurkhoiron M
N/ACitations
Citations of this article
13Readers
Mendeley users who have this article in their library.

Abstract

Dalam   perspektif pemenuhan  hak  minoritas, pemberian otonomi khusus dan  penghormatan pada  keragaman budaya sebenarnya disadari sebagai pemikiran alternatif dalam konteks politik rekognisi yang  dalam praktiknya telah  melahirkan deklarasi  hak  minoritas. Dalam   konteks  Aceh,  perjuangan untuk  pemenuhan  hak   minoritas  melalui otonomi khusus sebenarnya terjadi sejak Perang Sabil menentang Belanda hingga era Orde Baru. Perjuangan tersebut barulah terwujud pasca  tsunami 2004  dan perjanjian Helsinski  2005.  Persoalannya, ketika  Qanun  No.8  Tahun  2012  dan No.3  Tahun  2013  mengenai Wali  Nanggroe  dan  bendera Aceh  dilaksanakan, beberapa suku  dan  kelompok di dalam Aceh itu sendiri  tidak  merasa terwakili. Artinya, berbicara tentang Aceh sebagai  kelompok minoritas, di dalam internal Aceh itu sendiri tidaklah tunggal karena ada kelompok-kelompok atau suku-suku yang  merasa mereka minoritas di dalam minoritas. Tantangan setelah  hampir sepuluh tahun perjanjian Helsinski adalah kemampuan para petinggi Aceh untuk mengelola pluralisme internal  dan memperhatikan hak minoritas di dalam Aceh itu sendiri sebagai  bagian  penghormatan atas hak asasi manusia.

Cite

CITATION STYLE

APA

Nurkhoiron, M. (2021). Minoritas Versus Minoritas: Masalah Minoritas Dalam Perspektif HAM. Jurnal Hak Asasi Manusia, 10(10), 83–108. https://doi.org/10.58823/jham.v10i10.83

Register to see more suggestions

Mendeley helps you to discover research relevant for your work.

Already have an account?

Save time finding and organizing research with Mendeley

Sign up for free