Pada dasarnya manusia tidak bisa hidup tanpa bahasa dan budaya, bahasa dapat disikapi sebagai wacana yaitu cara mengatakan, menuliskan atau membahasakan peristiwa, pengalaman, pandangan, dan kenyataan hidup tertentu yang tidak terlepas dari kondisi sosial budaya yang melatarbelakanginya. Wacana-wacana yang muncul dari budaya patriarki telah menciptakan sebuah cara pandang yang selama ini berlaku begitu saja. Cara pandang ini bisa sama, berbeda, bertolak belakang atau berlawanan. Salah satu agenda pokok yang harus dilakukan adalah bertarung dalam pembentukan dan penafsiran wacana publik (public discourse). Penulis berupaya mendeskripsikan wacana budaya patriarki tersebut dengan membuat pola pengkajian bentuk pemosisian perempuan dan laki-laki yang dikonstruksi oleh pengarangnya melalui teks-teks yang dinarasikan dalam wacana sastra melalui pendekatan analisis wacana kritis yang dipahami dan dimaknai bahwa relasi antara perempuan dan laki-laki dalam wacana sastra dikonstruksi berdasarkan ideologi pengarangnya. Wacana tidak terbatas pada teks, melainkan juga terdapat sebuah praktik produksi yang menyebabkan adanya teks tersebut atau terdapat kesadaran pembuat teks (kognisi sosial), serta pengaruh penting dari konteks situasi, sosiokultural, dan historis yang mempengaruhi produksi teks sehingga menimbulkan wacana tertentu. Analisis wacana kritis dilakukan dengan cara menentukan deskripsi bahasa, menginterpretasi atau menafsirkan, kemudian mengeksplanasi teks-teks yang ada.
CITATION STYLE
Silaswati, D. (2021). PEMAKNAAN KONSTRUKSI RELASI PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI DALAM WACANA SASTRA MENGGUNAKAN ANALISIS WACANA KRITIS. METAMORFOSIS | Jurnal Bahasa, Sastra Indonesia Dan Pengajarannya, 14(2), 80–88. https://doi.org/10.55222/metamorfosis.v14i2.730
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.