Dalam beberapa tahun terakhir Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Kapitalisasi pasar di Bursa Efek Jakarta menunjukkan angka yang cukup berarti bila dibanding dengan tahun tahun sebelumnya, ini menunjukkan bahwa pasar modal mempunyai daya tarik tersendiri bag; para investor dewasa ini. Dengan semakin maraknya investor "bermain" di pasar modal, tentunya kompetisi menjadi semakin tajam, dengan semakin tajamnya kompetisi maka diperlukan alat yang lebih akurat dalam mengevaluasi tingkat hasil yang akan diperoleh. Sampat dengan tahun 90-an, alat yang digunakan oleh para investor dalam menilai "kelayakan" investasi mereka adalah ROI (return on investment) dan Rl (residual income). . Tetapi dalam kenyataannya alat penilai ini ban yak mengalami bias. Karena hasil analisanya bias maka mengakibatkan keputusan yang diambil oleh para investor mengalami distorsi. Berdasar pengalaman tersebut maka akhir-akhir ini muncul alat penilai investasi baru yang merupakan penyempurnaan dari alat ukur sebelumnya, yakni yang dikenal dengan nama EVA (Economic Value J4dded). Keistimewaan alat ini adalah tidak hanya semata-mata [nett "dewa "kan laba secara akuntansi, sebab perusahaan yang meraih un tung secara akuntansi belum tentu memberikan keuntungan bagi pemiliknya atau para pemegang sahamnya. Disamping itu alat penilai ini btsa juga digunakan oleh para komisaris untuk menentukan berapa kompensasi yang akan diberikan kepada manajemen atas kinerjanya selama ini,
CITATION STYLE
Waluyo, I. (2015). Penilaian Kinerja Perusahaan Melalui Pendekatan “Economic Value Added” Suatu Paradigma Baru. INFORMASI, 29(1). https://doi.org/10.21831/informasi.v1i1.6974
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.