Penelitian ini fokus pada konstruksi sosial atas identitas masyarakat Suku Tengger di lereng Gunung Bromo. Dalam menganalisis konstruksi identitas tersebut, penulis menggunakan metateori Konstruksi Realitas Sosial Peter L. Berger dan Thomas Luckman. Penulis menggunakan metode penelitian etnografi yang dikemukakan oleh James P. Spradley dalam mempermudah pengambilan data dan membantu analisis penelitian ini. Dalam melakukan penelitian tentang konstruksi identitas tersebut, penulis berada di Tengger pada tahun 2015-2019 dengan melakukan observasi, wawancara dan aktif mengikuti kegiatan masyarakat. Konstruksi identitas Tengger dimulai ketika Mpu Sendok memberikan hak swatantra melalui Prasasti Muncang. Pada abad ke-14, Raja Hayam Wuruk memperkuat konstruksi tersebut melalui Prasasti Penanjakan. Di zaman kolonialisme Eropa, masyarakat Tengger mulai mengalami benturan identitas dengan masyarakat Madura yang didatangkan oleh VOC sebagai tenaga kerja. Abad ke-19, rezim Orde Baru mengkonstruksi identitas Tengger dengan memberlakukan kebijakan formalisasi agama melalui PP No. 1 Tahun 1965 dan UU No. 5 Tahun 1969. Orde Baru juga meratakan seluruh sistem pemerintahan desa dan menghilangkan hak asal-usul desa melalui UU No. 5 tahun 1979 tentang Desa. Sejak ratifikasi regulasi tersebut, Suku Tengger harus mengalami akulturasi dan sinkretisme identitas. Konsekuensinya mereka harus menerima kehadiran lembaga agama disamping lembaga desa adat dan lembaga desa dinas. Pasca-refromasi, pemerintah mengkonstruksi identitias Tengger dengan kebijakan desentralisasi melalui UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Kata
CITATION STYLE
Binada, U. (2019). KONSTRUKSI IDENTITAS KOMUNAL MASYARAKAT ADAT SUKU TENGGER DARI ZAMAN KERAJAAN HINGGA PASCA REFORMASI. WASKITA: Jurnal Pendidikan Nilai Dan Pembangunan Karakter, 3(1), 61–75. https://doi.org/10.21776/ub.waskita.2019.003.01.6
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.