This article discusses the pillars that are at the root of maintaining harmony among religious communities in North Sulawesi Province. When in several cities in Indonesia riots and conflicts occurred only in the City of Manado (North Sulawesi Province) there were no riots and conflicts, whereas when viewed from demographic status that is similar to cities that occurred riots, Manado City has the potential for conflict. However, there are three pillars that make conflict and riots not occur, although it cannot be denied that there are always events that are related to the issue of SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan; Stands for Ethnic, Religion, Race and Intergroups) that can be the cause of riots in North Sulawesi Province. However, it can always be handled well so that riots and conflicts do not occur. The method used in this study is a qualitative method using anthropological and sociological approaches. The three pillars are the pillar of culture, pillar of religious leaders and the choice of government. The first pillar is culture to be one of the pillars of harmony in North Sulawesi Province because of the existence of mapalus culture. The second pillar, namely religious leaders, becomes a mobilizer in the community and plays a role in calling for sovereignty. The third breakdown is the government in which the government takes an important role by collaborating with religious leaders to safeguard harmony in North Sulawesi Province.Artikel ini membahas mengenai pilar-pilar yang menjadi akar dari terjaganya kerukunan antar umat beragama di Provinsi Sulawesi Utara. Ketika di beberapa kota di Indonesia terjadi kerusuhan dan konflik hanya di Kota Manado (Provinsi Sulawesi Utara) tidak terjadi kerusuhan dan konflik, padahal jika dilihat dari status demografi yang mirip dengan kota-kota yang terjadi kerusuhan, Kota Manado berpotensi untuk terjadi konflik. Namun terdapat tiga pilar yang membuat konflik dan kerusuhan tidak terjadi meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa selalu saja muncul kejadian yang berkaitan dengan isu sara yang dapat menjadi pemantik kerusuhan di Provinsi Sulawesi Utara. Akantetapi, selalu saja dapat diatasi dengan baik sehingga tidak terjadi kerusuhan dan konflik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan metode pendekatan antropologis dan sosiologis. Tiga pilar tersebut yaitu pilar budaya, pilar tokoh agama dan pilar pemerintah. Pilar pertama yaitu kebudayaan menjadi salah satu penopang kerukunan di Provinsi Sulawesi Utara karena adanya budaya “mapalus”. Pilar kedua yaitu tokoh agama menjadi penggerak disalam masyarakat dan berperan dalam menyerukan kedaiman. Pilar ketiga yaitu pemerintahan dimana pemerintah mengambil peran penting dengan bekerjasama dengan tokoh agama untuk menjaaga kerukuanan di Provinsi Sulawesi Utara.
CITATION STYLE
Yusuf, N., & Hasan, F. (2020). Pilar-Pilar Kerukunan Beragama di Sulawesi Utara. Gorontalo Journal of Government and Political Studies, 3(2), 013. https://doi.org/10.32662/gjgops.v3i2.1116
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.