Di desa Sibiruang memiliki adat istiadat yang masih ditaati sampai saat sekarang, larangan perkawinan ketika bulan tuwun adalah salah satu adat istiadat yang masih di pertahankan oleh masyarakat hingga saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk memahami larangan perkawinan ketika bulam tuwun dengan melihat dari sudut pandang Maqashid Syariah. Adat istiadat sangat menarik untuk diteliti karena akan selalu mengalami perkembangan atau perubahan dengan berubahnya waktu, begitu juga dengan hukum Islam akan bisa berubah dengan seiring berubahnya masa. Tulisan ini berupaya untuk mencari bagaimana pandangan Maqashid Syariah terhadap larangan perkawinan ketika bulan tuwun, dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan mengemukakan tradisi larangan perkawinan ketika bulan tuwun. Hasil yang ditemukan bahwa agama Islam betujuan untuk menjaga keturunan (Hifdz Nasab) dan cara menjaganya adalah dengan perkawinan. Adanya larangan perkawinan ketika bulan tuwun membuat waktu diperbolehkan untuk menikah menjadi sempit, sehingga kemashalatan umat tidak didapatkan, pada dasarnya tidaklah dilarang untuk menikah pada waktu itu, kemudian ditakutkan juga ketika ada larangan seperti itu akan membuat pasangan yang akan menikah melakukan sesuatu yang senonoh karena tidak diperbolehkan menikah, atas dasar inilah larangan perkawinan ketika bulan tuwun tidaklah sesuai dengan Maqashid Syariah yang menginginkan kemashalatan umat.
CITATION STYLE
Mustafid, M. (2021). Larangan Perkawinan Bulan Tuwun Ditinjau Menurut Maqashid Syariah. TERAJU, 3(02), 61–70. https://doi.org/10.35961/teraju.v3i02.289
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.