Kurikulum 2013 menyediakan fleksibilitas untuk semua praktisi pendidikan formal untuk terus mengembangkan konten lokal sebagai sebuah bentuk kekayaan khas daerah yang perlu dijaga dan dilestarikan. Salah satu muatan lokal yang keberadaannya memiliki nilai-nilai penting adalah Bahasa Sunda. Pengajaran Bahasa Sunda di daerah di mana didasarkan pada budaya Sunda yang kuat, tidak akan menghadapi banyak kendala. Namun, di sudut-sudut daerah yang notabene merupakan kota/kabupaten dengan kondisi demografis yang sangat heterogen, tentu saja mengajar Bahasa Sunda akan penuh dengan tantangan. Sebagai contoh, di daerah yang berbatasan dengan budaya lain seperti Betawi dan Jawa, karena fleksibilitas budaya, masyarakat Sunda akan dipengaruhi oleh bahasa dan budaya Betawi atau Jawa. Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di perbatasan kota Bogor, pada pelaksanaan kurikulum 2013, yang terus mengembangkan konten Bahasa Sunda untuk membekali siswa dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap khas budaya Sunda yang sesuai dengan kearifan lokal. Namun di sisi lain, bertabrakan dengan dilema, di mana masyarakat perbatasan sangat heterogen, sehingga budaya dan bahasa Sunda tidak terpelihara dengan baik.
CITATION STYLE
Pramswari, L. P. (2014). PEMBELAJARAN BAHASA SUNDA DI WILAYAH PERBATASAN: DILEMA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013. Mimbar Sekolah Dasar, 1(2). https://doi.org/10.17509/mimbar-sd.v1i2.884
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.