Ruang publik yang terbentuk dari ruang jalan di kota berfungsi sebagai tempat untuk bertemu, berkumpul, dan berinteraksi satu sama lain untuk keperluan agama, perdagangan, dan pemerintahan untuk berbagi aspirasi kepada masyarakat. Selain fungsi tradisionalnya sebagai titik pertemuan, ruang publik juga mencerminkan identitas kota. Dengan demikian, banyak kota menggunakan ruang publik sebagai simbol atas interaksi sosial yang terjadi. Terletak di koridor Jalan Slamet Riyadi Surakarta, jalur pejalan kaki Solo City Walk dianggap mewakili karakter lingkungan ruang publik yang hidup. Optimalnya Solo City Walk sebagai ruang publik berkaitan dengan kehidupan yang ada di jalur pejalan kaki. Makalah ini bertujuan untuk mengevaluasi konsep yang diterapkan di Solo City Walk sebagai proyek yang dirancang untuk menciptakan ruang publik yang optimal. Proyek ini menggunakan konsep mengajak warga untuk pergi keluar dan melakukan aktivitas mereka di ruang publik. Penelitian ini menggunakan metode observasi lapangan dengan memetakan penumpukan pengguna dan kegiatan yang dilakukan di jalur pejalan kaki Solo City Walk. Pemetaan ini menunjukkan beberapa titik memiliki tingkat aktivitas tinggi atau rendah. Hasil penelitian memberikan evaluasi terhadap persebaran livabilitas yang ada di Solo City Walk. Bagian memiliki livabilitas yang tinggi menunjukkan banyaknya pengguna yang terkonsentrasi, berbagai aktivitas dan fungsi yang menarik. Dengan demikian, penggal atau bagian tersebut akan digunakan sebagai pedoman dalam mengoptimalkan bagian lain yang dianggap kurang hidup.
CITATION STYLE
Prabasmara, P. G., Subroto, T. Y. W., & Rochyansah, M. S. (2020). Konsep livabilitas sebagai dasar optimalisasi ruang publik Studi kasus: Solo City Walk, Jalan Slamet Riyadi, Surakarta. JURNAL ARSITEKTUR PENDAPA, 1(2), 13–22. https://doi.org/10.37631/pendapa.v1i2.110
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.