Perkembangan penegakan hukum atas pelaku tindak pidana korupsi dalam tataran implementasi memungkinkan peluang terjadinya pelanggaran HAM bagi para tersangka tindak pidana korupsi. Salah satunya karena berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tidak jelas tentang definisi melawan hukum (wederrechtelijke). Ketidaktegasan tersebut menimbulkan adanya potensi penyalahgunaan oleh aparat penegak hukum untuk menafsirkan istilah melawan hukum berdasarkan subjektivitasnya sendiri khususnya terkait unsur melawan hukum materiil (materiele wederretelijkheid). Penerapan sifat melawan hukum materil senyatanya menimbulkan ketidakpastian dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi, karena subjektifitas penafsiran sifat melawan hukum materil bertentangan dengan asas legalitas yang dianut dalam hukum pidana Indonesia. Untuk menhindari potensi tersebut, Mahkamah Konstitusi melalui putusannya Nomor: 003/PUU-IV/2006 menghapuskan dapat dipidananya pelaku tindak pidana korupsi atas tuduhan perbuatan melawan hukum materiil.
CITATION STYLE
Effendi, E. (2018). Tafsir Ayat Sifat Melawan Hukum Materil Yang Dilakukan Aparat Penegak Hukum Dalam Kaitan Dengan Tindak Pidana Korupsi. Al-Risalah: Forum Kajian Hukum Dan Sosial Kemasyarakatan, 14(02), 393–407. https://doi.org/10.30631/al-risalah.v14i02.394
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.