Pengejawantahan konsep intangible pada Arsitektur di Indonesia, masih sangat minim. Padahal, jika menilik arsitektur vernakular, semua konsepnya berbasis filsafati yang menaungi aspek bukan fisikal. Karya arsitek Bali, Yoka Sara, berusaha mengedepankan filosofi ruang berbasis pengetahuan lokal. Pada setiap proses kreatifnya, Yoka Sara berpijak pada indigineous knowledge yang fokus pada faktor yang sifatnya subconsious. Ia terpacu untuk memunculkan perbendaharaan pra-imaji (tidak disadari), imaji abstrak dan imaji konkret (disadari) yang secara holistik dirangkum dalam perolehan imaji-memori yang jelas dapat memberi kemampuan untuk dapat menghayati secara detail maupun keseluruhan melalui pengembangan indra dan perasaan yang selama ini terabaikan. Yoka Sara, melalui pendekatan berarsitekturnya, mencoba mengintegrasi pengetahuan yang dinamis dengan memandang dunia tidak sebagai kotak yang ada (beings) melainkan sebuah proses bergerak dan menjadi dinamis. Ia menawarkan multiplisitas sebagai cara berpikir tentang realitas yang merupakan esensi dan substrata yang tidak statis, melainkan bersifat dinamis dan tumbuh sebagai rangkaian peristiwa dan proses. Pendekatan ini, mejembatani pengetahuan lokalnya dengan praktek arsitektur kontemporenya. Melalui karyanya, Yoka Sara berusaha memaknai arsitektur sebagai daya ungkap ekspresi dari hasrat yang terpendam menuju akar diri/self.
CITATION STYLE
Widyaevan, D. A. (2019). Surrealisme dalam Arsitektur: Penerapan Inkuiri Metafisik pada Karya Arsitektur Kontemporer Yoka Sara. Mudra Jurnal Seni Budaya, 34(2), 157–164. https://doi.org/10.31091/mudra.v34i2.624
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.