Pengantin pesanan‟ atau „kawin foto‟ adalah salah satu bentuk penindasan dan kekerasan terhadap perempuan. Studi ini tidak menolaknya, tetapi ingin menunjukkan bahwa tidak selamanya perempuan „pengantin pesanan‟ menjadi korban jika; (1) kekerasan dan penindasan yang dihadapi perempuan bukan hanya „pengantin pesanan‟ saja tetapi juga kemiskinan dan kekerasan kultural dan struktur sosial yang tidak adil; (2) perempuan tetap melakukan perlawanan terhadap subjek yang menindasnya. Fokus utama studi ini adalah upaya perempuan keluar dari penindasan yang dialami, yaitu perlawanan terhadap kemiskinan, perlawanan terhadap kekerasan kultural, perlawanan terhadap orang Taiwan dan struktur sosial yang tidak adil di kampungnya. Penulis berpendapat studi ini sebagai otokritik terhadap wacana (feminisme) mainstream, sehingga perlu pendekatan alternatif untuk memahami kompleksitas „pengantin pesanan‟ yang menempatkan persepsi dan pengalaman (subjektifitas) perempuan sendiri sebagai pusat analisis, bukan mempersoalkan „pengantin pesanan‟ sebagai trafficking atau bukan trafficking. Subjektifitas perempuan terbentuk oleh wacana “Woman” tersebut, tetapi tidak sepenuhnya, karena pada dasarnya perempuan memang dikuasai, tetapi bukan berarti tidak bisa berbuat apa-apa, masih ada ruang gerak, atau ruang untuk melakukan negosiasi.
CITATION STYLE
Anggraini, Y. (2020). ‘PENGANTIN PESANAN’ SEBAGAI ARENA PERLAWANAN. Jurnal Politik Profetik, 8(1), 1–36. https://doi.org/10.24252/profetik.v8i1a1
Mendeley helps you to discover research relevant for your work.