TRADISI TINGKEBAN (SYUKURAN TUJUH BULANAN IBU HAMIL) PADA MASYARAKAT JAWA KHUSUSNYA BERADA DI DESA BAJULAN, KECAMATAN SARADAN, KABUPATEN MADIUN

  • Cholistarisa D
  • Utami T
  • Tsani N
  • et al.
N/ACitations
Citations of this article
119Readers
Mendeley users who have this article in their library.

Abstract

Tradisi tingkeban adalah upacara adat Jawa dalam rangka 7 bulanan bayi dalam kandungan atau upacara 7 bulanan kehamilan. Tingkeban merupakan upacara terakhir sebelum kelahiran, yang digunakan untuk mendoakan ibu dan calon bayi agar selamat dan lahir normal. Nama "mitoni", yang berasal dari kata "pitu", atau "tujuh", adalah nama lain dari tradisi tingkeban. Upacara adat yang dilakukan untuk menghormati tujuh bulan kehamilan inilah yang dimaksud dengan mitoni. Dalam budaya Jawa, tingkeban atau mitoni adalah kebiasaan lama yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Upacara tingkeban ini konon sudah ada sejak zaman Kerajaan Kediri di bawah kekuasaan Raja Jayabaya. Dalam tata cara pelaksanaan upacara adat tingkepan ada beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu, membuat rujak; siraman calon ibu; memasukkan telur ayam kampung; berganti nyamping sebanyak tujuh kali; pemutusan lawe atau janur kuning; membelah kelapa gading; selamatan; hidangan sebagai ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang disediakan dalam upacara tingkepan

Cite

CITATION STYLE

APA

Cholistarisa, D., Utami, T., Tsani, N., Q.A., L. R., & Darmadi, D. (2022). TRADISI TINGKEBAN (SYUKURAN TUJUH BULANAN IBU HAMIL) PADA MASYARAKAT JAWA KHUSUSNYA BERADA DI DESA BAJULAN, KECAMATAN SARADAN, KABUPATEN MADIUN. Jurnal Review Pendidikan Dan Pengajaran, 5(2), 190–195. https://doi.org/10.31004/jrpp.v5i2.10222

Register to see more suggestions

Mendeley helps you to discover research relevant for your work.

Already have an account?

Save time finding and organizing research with Mendeley

Sign up for free